Minggu, 28 Februari 2010

DEMOKRASI INDONESIA

Suasana demokrasi di Indonesia sangat unik, walau sebenarnya ada beberapa kata sifat yang bisa dipakai untuk menggambarkannya: menggembirakan (euforia di tahun 1998), mencengangkan (keberhasilan kita melaksanakan Pemilu 2 kali secara tertib), lucu (pernah diplesetin sebagai "demo"krasi karena banyak yang berdemo), kebablasan (banyak yang berpikir mereka boleh berbicara apa saja dengan nada sekeras apa pun, tanpa memikirkan konsekuensinya terhadap masyarakat), obralan (banyaknya praktek suap-menyuap dalam dan dengan partai politik), dan oligarki (gerombolan sebagian anggota elite yang berkuasa).Tidak jelas pula demokrasi di Indonesia sekarang ini pantas disebut demokrasi macam apa. Yang jelas bukan “Demokrasi Terpimpin” atau “Demokrasi Pancasila” karena embel-embel ini tidak berlaku lagi. Tidak ada satu orang lagi yang "memimpin" jalannya demokrasi. Pun Pancasila tidak lagi dipakai sebagai satu-satunya ideologi berbagai partai politik.Banyak para pemerhati dan pemikir politik tanah air telah memberikan sumbangan pikiran mereka dalam menelaah demokrasi kita.
walau dengan banyak segala kekurangannya, kita boleh berbangga bahwa demokrasi di Indonesia merupakan demokrasi yang tumbuh berdasarkan inisiatif dan aspirasi masyakarat kita sendiri. Kita boleh sinis terhadap dukungan Barat yang minim terhadap pelaksanaan demokrasi di tanah air. Tapi mungkin ini juga merupakan "blessing in disguise". Karena campur tangan berlebihan dari negara-negara demokrasi liberal mungkin malah akan membunuh perkembangan demokrasi kita. Lihat saja perkembangan yang terjadi baru-baru di Palestina. Amerika Serikat dan Uni Eropa mendukung pemerintahan darurat Mahmoud Abbas dengan mencairkan dana yang sempat dibekukan sejak Hamas menang pemilu legislatif awal tahun lalu. Walau alasannya untuk menjaga stabilitas dan melangsungkan kembali jalan ke arah damai, kita tahu demokrasi di sana telah mati sebelum tumbuh.
Contohnya banyak terjadi hal yang seharusnya wajar dan tidak wajar diindonesia:


>Seperti anak jalanan : mereka seperti itu karna ingin bertahan hidup saja sudah susah apa lagi memikirkan keadaan belajar mengajar yang seharusnya dia dapat kan.

> Seperti kawin sirih : hal semacam ini seharusnya bisa dan tidak bisa terjadi karna ekonomi mereka yang tidak mampus melaksanakan pernikahan yang sewajarnya.

> Pembuatan KTP: warga Negara sendiri aja mau menggakui Negara tercinta sendiri harus membayar apakah ini wajar?? Mungkin pemerintah harus segera merencanakan sesuatu jangan hanya mengurus bank yang tak jelas larinya kemana. Indonesia mau dibawa kemana Negara yang kokoh dengan kemerdekaan yang diraih dengan air mata, nyawa.


Dalam mengembangkan demokrasi di tanah air di masa depan, mungkin saya bisa memberikan sebuah saran. Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pula dengan hasil ciptaan manusia itu sendiri. Jika kita semua bisa sadar akan hal yang sangat fundamental ini dan lantas mau memodifikasi impian bangsa untuk membentuk "masyarakat yang adil dan sejahtera yang lebih sempurna" di masa mendatang, segenap komponen bangsa dapat digalang untuk bekerja untuk mencapai tujuan mulia ini. Hal inilah yang disadari oleh para pendiri bangsa Amerika Serikat. Dalam Pembukaan UUD AS, ada enam kata yang ditoreh oleh Thomas Jefferson "to form a more perfect union" (untuk membentuk masyarakat bersatu yang lebih sempurna) sebagai salah satu cita-cita bangsa ini didirikan. Enam kata bijaksana ini menunjukkan betapa mendalamnya kesadaran Jefferson akan keterbatasan manusia dan apa yang dapat dicapainya. Sampai jaman berakhir, saya yakin Amerika Serikat tidak akan mampu membentuk masyarakat bersatu yang sempurna. Tetapi segala usaha yang dilakukan untuk membangun masyarakat yang diidamkan menjadi lebih sempurna dari sebelumnya lah (termasuk belajar dari sejarah dan menelurkan kreatifitas pemikiran-pemikiran baru) yang berhasil mengantarkan bangsa ini ke kejayaannya pada masa kini


Bahaya bercurhat

BAHAYA BERCURHAT

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang memilih curhat pada pihak ketiga dan bukan pada pasangannya.
Sebelum mengkaji lebih jauh saya akan bercerita sedikit tentang seorang kakek dan cucu bersama keledainya. Mungkin ini sedikit berhubungan dengan bahanyanya bercurhat…
Ø Pada suatu hari ada seorang kakek dan cucu bersama keledai tua sedang menelusuri desa2 menuju ke kota untuk menjual barang yang akan diperdagangkan oleh kakek dan cucu tersebut.

Ø Kakek dan cucu tersebut memulai perjalannnya, sampai di desa 1, kemudian orang-orang didesa tersebut berbicara, Bertapa bodohnya kakek dan cucu itu ada keledai tidak dinaiki saja. Begitu sampai didesa 2 si cucu naik ke keledai karna lelah, kemudian didesa 2 orang-orang bilang jahat sekali anak itu kakek sudah tua tidak dibantu menggiring keledai. Begitu sampai didesa 3 orang-orang kakek yg menaiki keledai dan si anak/cucu kakek yang menggiring keledai tersebut, tapi didesa tersebut bilang jahat sekali kakek itu anak kecil disuruh menarik keledai dan kakek tersebut. Sampai didesa ke 4 kakek dan cucu naik ke keledai tapi orang-orang disana bilang astaga”” jahat sekali keledai sudah tua di naiki seperti itu..

Ø Dari sepenggal cerita diatas bahwa jelas seseorang sangat berbeda2 pendapat masing-masing dalam menilai kita mungkin itulah sedikit bahayanya bercurhat bwat diri kita terutama kepada:
1. Curhat pada teman sejenis
Salah satu dampaknya adalah tidak terjaminnya rahasia yang diceritakan. Bukan tidak mungkin masalah yang sangat pribadi sifatnya akan berkembang menjadi "gosip nasional" karena diceritakan pada orang yang salah. Sementara solusi yang diberikan pun belum tentu dapat dipertanggungjawabkan.

2. Curhat pada teman lawan jenis
Bisa jadi niat awalnya memang sebatas ingin mendapat masukan dari sudut pandang lawan jenis. Namun risiko yang ditimbulkannya bisa jadi tak kalah dahsyat. Bermula dari sekadar curhat, kemudian muncul empati yang bukan tak mungkin lantas merebak menjadi benih-benih cinta dan berakhir dengan perselingkuhan. Runyam kan? Kalaupun si teman lawan jenis tempat curhat ini benar-benar tulus tanpa melibatkan emosinya, besar kemungkinan tetap saja akan memancing munculnya fitnah dari orang-orang di sekitar mengenai kedekatan mereka.
3. Curhat pada kakak, adik, orang tua atau saudara
Besar kemungkinan tidak mendapatkan sudut pandang yang objektif. Disadari atau tidak, karena tali persaudaraan akan membuat mereka selalu saling membela. Penilaian yang tidak proporsional seperti ini tentu tak bisa diharapkan akan membantu menyelesaikan permasalahan yang ada.

4. Curhat pada mertua
Dorongan curhat pada mertua muncul karena asumsi mertualah yang merupakan sosok yang paling bisa mengerti suami/istri. Namun tak banyak orang tua yang bisa bersikap objektif ketika harus menilai anaknya sendiri demi membela kepentingan menantunya. Bisa-bisa bukannya solusi yang didapat, tapi malah mertua yang ikut-ikutan menyalahkan si menantu yang memilihnya sebagai tempat bercurhat.

KENALI BATASAN CURHAT
Jadi, sejauh mana curhat boleh dilakukan pada pihak ketiga? Yang pasti, tukas Clara, kebiasaan menceritakan seluruh permasalahan rumah tangga pada pihak ketiga bisa dikategorikan sebagai kesalahan. "Karena bisa jadi solusi yang diberikan tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Bukankah hanya suami istri berdua yang tahu pasti duduk permasalahannya?" Alih-alih mendapatkan solusi, bisa jadi saran pihak ketiga itu malah makin merunyamkan masalah.
Intinya, tandas Clara, kepada siapa dan apa saja yang harus di-curhat-kan, tergantung pada apa permasalahannya dan bagaimana kondisi masing-masing. "Bisa jadi suatu saat memang butuh curhat pada pasangan, dan pada kesempatan lain justru butuh pihak ketiga." Saat membutuhkan orang lain sebagai tempat curhat, saran Clara, sebaiknya seleksi dengan ketat siapa yang akan dipilih. Apakah yang bersangkutan jujur, bisa dipercaya, mampu bersikap dewasa dan objektif, serta sederet kriteria positif lainnya. Jadi, pertimbangkan masak-masak sebelum membeberkan isi hati pada orang lain. Siapa pun dia yang jadi pilihan.

CERMATI TANDA-TANDA BAHAYA
Bila merasa keberatan pasangan curhat pada orang lain, tidak ada salahnya untuk mengatakannya secara terus terang. Katakan saja padanya, "Daripada curhat ke orang lain, padahal aku yang jadi topik pembicaraan, kenapa tidak bicara terus terang saja ke aku?" Dengan tahu apa yang ada di hati masing-masing, suami istri bisa mencari solusi demi kebaikan bersama." Tapi kalau memang yang di-curhat-kan pada pihak ketiga bukan hal-hal yang prinsip atau bukan masalah rumah tangga, ya boleh-boleh saja. Manusiawi sekali kok kalau sesekali ingin ngobrol lebih dalam dengan orang lain," ungkap Clara.
Namun "alarm" adanya bahaya yang mengancam ikatan perkawinan perlu diwaspadai kalau frekuensi curhat tentang kehidupan rumah tangga sudah begitu tinggi. Artinya, salah satu sudah lebih banyak mengungkapkan semua masalah yang dirasakannya pada pihak ketiga sampai-sampai tidak ada komunikasi sama sekali dengan pasangan. Kalaupun komunikasi masih ada, itu minim sekali.
"Bila sudah sampai di titik seperti ini sebaiknya segera introspeksi diri, bicarakan dari hati ke hati, 'Mau dibawa ke mana pernikahan tersebut?' Bila dirasa sudah tidak mampu mengatasinya, ada baiknya libatkan ahli, seperti penasehat pernikahan. Tentunya bila pasangan tersebut memang masih ingin mempertahankan ikatan pernikahannya," tandas Clara.

Jumat, 12 Februari 2010

Hak dan kewajiban warga Negara Indonesia didalam pasal 29

Agama atau filsafat hidup yang dipilih dan dijalankan oleh seseorang ciptaan Allah Yang Esa adalah Hak Azasi Manusia. Bahkan Allah, sang Khalik alam semesta juga memberikan hak untuk bebas memilih secara absolut tanpa pengecualian kepada manusia. Bahkan Allah memberikan kebebasan kepada ciptaanNya untuk melawan Dia bila si ciptaanNya tersebut berafiliasi dengan iblis dalam tabiat dan kecenderungan dosanya. Namun Allah Khalik langit dan bumi memberikan jalan kepada ciptaaNya yang untuk memilih kehidupan sesuai dengan jalan dan pedoman yang Ia berikan melalui para nabi dan rasulNya.

Namun tetap tanpa paksaan dan keterpaksaan apalagi untuk sekedar dilihat oleh orang lain. Apabila Allah memberikan kebebasan itu kepada umat manusia, maka tidaklah siapapun di kolong langit ini berhak untuk membatasi kebebasan tersebut. Namun kebebasan tersebut bukanlah kebebasan anarki yang dengan bebas boleh memilih apa saja walaupun merusak dirinya maupun lingkungannya secara moril dan fisik. Kebebasan tersebut tetap dalam suatu itikad untuk membina kehidupan bersama yang layak dan merata bagi seluruh ciptaan Allah.

Rambu-rambu hukum dan pengawasan sosial dan budi pekerti serta akal pengetahuan seseorang warga negara Republik Indonesia tercakup dalam UUD45 yang diterjemahkan kedalam hukum dan etika kehidupan bersama baik itu melalui agama, adat, kebiasaan dan lain sebagainya.Tidak seorang warga masyarakat yang beragama menghendaki adanya seseorang dilingkungannya beragama dan melaksanakan syariat dan ibadah oleh karena diwajibkan berdasarkan UU manapun juga. Karena kalau memang demikian maka Negara ini akan menciptakan kemunafikan-kemunafikan yang tak terbayangkan. Allah menghendaki umatNya beribadah menyembah dan membesarkan namaNya namun Ia juga menghendaki bahwa hal itu terjadi dari hati nuraninya dan bukan secara munafik oleh karena takut akan hukuman manusia. Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang tidak pernah dan tidak akan menuntut lebih dari pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk melaksanakan ibadahnya. Dan Ia telah menyediakan hari Penghakiman akan seluruh umat manusia dimana hati nurani itu akan berperan sebagai atau pembela atau pendakwa sang manusia.

Dan hati nurani itulah yang pada akhirnya menjadi masukan yang amat sangat penting bagi sang Hakim Agung Illahi. Sia-sia sajalah manusia yang beribadah dan menjalankan syariat oleh karena diwajibkan oleh negara dan bukan oleh karena takut (hormat dan tunduk serta
pasrah tanpa paksaan dan keterpaksaan) kepada Allah. Oleh karena itu maka sebagai jalan keluar yang terbaik adalah pendidikan dan penerangan agama yang berkualitas dibutuhkan bangsa dan negara Indonesia agar setiap warga boleh memilih dengan kesadaran dan pengetahuan yang benar akan agamanya serta menjalankannya sesuai dengan kemampuannya.

Agama bukanlah urusan negara melainkan urusan setiap individu dengan khaliknya dan negara tidak perlu campur tangan dalam hal itu. Karena campur tangan negara akan mengakibatkan banyaknya penyimpangan dan penyalah gunaan. Namun negara wajib menyediakan wacana penerangan dan pendidikan agama yang benar dan tepat dengan membina kerukunan antar agama, ras, suku dan golongan. Rakyat mempunyai hak untuk menerima penerangan dan pendidikan yang berkualitas juga dalam hal agama dan filsafat, tanpa mengabaikan akal sehat
sebagai karunia Illahi.